Logo Magetan |
Desa Sekarang berada di bawah naungan 2 Kementrian, yaitu Kemetrian Dalam Negeri dan Kementriann Desa, yang masing masing bisa membuat peraturan tentang desa. Sehingga agak sedikit rumit. Hasil dari Pembekalan BPD Tahun 2015, yang dilaksanakan tadi siang di gedung Korpri Magetan.
Menurut
ketentuan, hak tanah adat dikonversi dalam ketentuan Pasal VI menjadi hak
pakai. Dengan demikian tanah bengkok adalah tanah negara yang diserahkan kepada
desa untuk dimanfaatkan bagi kepentingan desa.
Dalam
sistem agraria di Pulau Jawa, tanah bengkok adalah lahan garapan milik desa dan
tanah bengkok merupakan tanah atau lahan yang secara adat dimiliki sendiri
untuk kepala desa atau perangkat desa sebagai kompensasi gaji atas jabatan dan
pekerjaan yang dilakukan.
Tanah
bengkok tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa namun
boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak untuk mengelolanya.
Pengaturan
tentang tanah bengkok dimulai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) No. 1/1982 tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa,
Pengurusan, dan Pengawasannya.
Dalam
Pasal 3 Permendagri itu dinyatakan yang disebut kekayaan desa adalah (1). Tanah
kas desa, termasuk tanah bengkok, (2). Pemandian umum yang diurus oleh desa,
(3). Pasar desa, (4). Objek-objek rekreasi yang diurus oleh desa, (5).
Bangunan milik desa, dan (6). Lain-lain kekayaan milik pemerintah desa.
Dengan
demikian, sejak diterbitkannya permendagri tersebut, tanah bengkok telah diubah
fungsinya dari tanah yang hasilnya diperuntukkan kepala desa dan perangkat desa
menjadi sumber pendapatan desa.
Pasal
11 ayat (1) permendagri tersebut menyatakan sumber-sumber pendapatan desa
berupa tanah bengkok dan sejenis yang selama ini merupakan sumber penghasilan
bagi kepala desa dan perangkat desa, ditetapkan menjadi sumber pendapatan desa
yang pengurusannya ditetapkan melalui anggaran penerimaan dan pengeluaran
keuangan desa.
Permendagri tersebut dipertegas
Intruksi Mendagri No. 26/1992 tentang Perubahan Status Tanah Bengkok dan
yang Sejenis Menjadi Tanah Kas Desa. Hal ini membuat pengurusan dan
pengawasan tanah bengkok masuk menjadi tanah kas desa. Dengan demikian,
pengelolaan harus melalui anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa .
Tanah bengkok (dibaca /bəŋkɔʔ/, bukan
/bɛŋkɔʔ/) dalam sistem agraria di Pulau Jawa adalah
lahan garapan milik desa.
Tanah bengkok tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa
namun boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak mengelolanya.
(1) Kekayaan Desa yang berupa tanah Desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.
Pengertian Tanah Kas Desa secara
khusus tidak ditemukan dalam UU No . 5 Tahun 1979, kecuali hanya menentukan
Tanah Kas Desa merupakan salah satu sumber pendapatan asli desa yang digunakan
untuk penyelenggaraan rumah tangga lainnya.
Sehubungan dengan tidak
dijelaskannya pengertian Tanah Kas Desa dalam UU No. 5 Tahun 1979 timbul
pertanyan, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Tanah Kas Desa ?
Menurut Sekretariat Bina Desa,
Tanah Kas Desa adalah tanah milik desa yang penguasaannya diserahkan kepada
pennerintah desa, sesuai dengan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 19798[12].
Adapun pengertian Tanah Kas Desa menurut Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Jambi No. 79 Tahun 1987 sebagai berikut “Tanah Kas Desa adalah Tanah
Milik Desa yang merupakan kekayaan desa dan diperuntukkan bagi sumber
pendapatan dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa”.
Pengertian di atas hampir sama
dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun 1992 tentang Perubahan
Status Tanah Bengkok dan sejenisnya menjadi Tanah Kas Desa sebagai berikut
“Tanah Kas Desa adalah Tanah Milik Desa yang hasilnya menjadi sumber pendapatan
desa”.
0 komentar:
Posting Komentar