PEMIKIRAN BESAR membahas IDE-IDE. PEMIKIRAN SEDANG membahas PERISTIWA. PEMIKIRAN KECIL membahas ORANG-ORANG.(Tama Sinulingga

Rabu, 03 Juni 2015

Bengkok dan Tanah Kas Desa

Logo Magetan

         Desa Sekarang berada di bawah naungan 2 Kementrian, yaitu Kemetrian Dalam Negeri dan Kementriann Desa, yang masing masing bisa membuat peraturan tentang desa. Sehingga agak sedikit rumit. Hasil dari Pembekalan BPD Tahun 2015, yang dilaksanakan tadi siang di gedung Korpri Magetan. 
            Menurut ketentuan, hak tanah adat dikonversi dalam ketentuan Pasal VI menjadi hak pakai. Dengan demikian tanah bengkok adalah tanah negara yang diserahkan kepada desa untuk dimanfaatkan bagi kepentingan desa.
             Dalam sistem agraria di Pulau Jawa, tanah bengkok adalah lahan garapan milik desa dan tanah bengkok merupakan tanah atau lahan yang secara adat dimiliki sendiri untuk kepala desa atau perangkat desa sebagai kompensasi gaji atas jabatan dan pekerjaan yang dilakukan.
        Tanah bengkok tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa namun boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak untuk mengelolanya.

        Pengaturan tentang tanah bengkok dimulai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 1/1982 tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa, Pengurusan, dan Pengawasannya.
        Dalam Pasal 3 Permendagri itu dinyatakan yang disebut kekayaan desa adalah (1). Tanah kas desa, termasuk tanah bengkok, (2). Pemandian umum yang diurus oleh desa, (3). Pasar desa, (4). Objek-objek rekreasi yang diurus oleh desa, (5).  Bangunan milik desa, dan (6). Lain-lain kekayaan milik pemerintah desa.
        Dengan demikian, sejak diterbitkannya permendagri tersebut, tanah bengkok telah diubah fungsinya dari tanah yang hasilnya diperuntukkan kepala desa dan perangkat desa menjadi sumber pendapatan desa.
            Pasal 11 ayat (1) permendagri tersebut menyatakan sumber-sumber pendapatan desa berupa tanah bengkok dan sejenis yang selama ini merupakan sumber penghasilan bagi kepala desa dan perangkat desa, ditetapkan menjadi sumber pendapatan desa yang pengurusannya ditetapkan melalui anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa.
Permendagri tersebut dipertegas Intruksi  Mendagri No. 26/1992 tentang Perubahan Status Tanah Bengkok dan yang Sejenis Menjadi Tanah Kas Desa. Hal ini membuat  pengurusan dan pengawasan tanah bengkok masuk menjadi tanah kas desa. Dengan demikian, pengelolaan harus melalui anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa .
Tanah bengkok (dibaca /bəŋkɔʔ/, bukan /bɛŋkɔʔ/) dalam sistem agraria di Pulau Jawa adalah lahan garapan milik desa. Tanah bengkok tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa namun boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak mengelolanya.

Balai Desa Rejomulyo


Menurut penggunaannya, tanah bengkok dibagi menjadi tiga kelompok:
1. Tanah Lungguh, menjadi hak pamong desa untuk menggarapnya sebagai kompensasi gaji yang tidak mereka terima
2. Tanah Kas Desa, dikelola oleh pamong desa aktif untuk mendanai pembangunan infrastruktur atau keperluan desa
3. Tanah Pengarem-arem, menjadi hak pamong desa yang pensiun untuk digarap sebagai jaminan hari tua. Apabila ia meninggal tanah ini dikembalikan pengelolaanya kepada pihak desa.
        Tidak semua desa memiliki ketiga kelompok lahan tersebut. Bentuk lahan juga dapat berupa sawah ataupun tegalan, tergantung tingkat kesuburan dan kemakmuran desa.

Kunjungi Channel Youtube admin : Mas Mursid

        Menurut Permendagri 4/2007 telah mengatur rambu-rambu untuk mencegah penyalahgunaan tanah bengkok. Dalam Pasal 15 Permendagri 4/2007 diatur sebagai berikut:
(1) Kekayaan Desa yang berupa tanah Desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.
(2) Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
(3) Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di Desa setempat.
(4) Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(5) Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur.


        Pengertian Tanah Kas Desa secara khusus tidak ditemukan dalam UU No . 5 Tahun 1979, kecuali hanya menentukan Tanah Kas Desa merupakan salah satu sumber pendapatan asli desa yang digunakan untuk penyelenggaraan rumah tangga lainnya.
        Sehubungan dengan tidak dijelaskannya pengertian Tanah Kas Desa dalam UU No. 5 Tahun 1979 timbul pertanyan, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Tanah Kas Desa ?
    Menurut Sekretariat Bina Desa, Tanah Kas Desa adalah tanah milik desa yang penguasaannya diserahkan kepada pennerintah desa, sesuai dengan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 19798[12]. Adapun pengertian Tanah Kas Desa menurut Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi No. 79 Tahun 1987 sebagai berikut “Tanah Kas Desa adalah Tanah Milik Desa yang merupakan kekayaan desa dan diperuntukkan bagi sumber pendapatan dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa”.
        Pengertian di atas hampir sama dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun 1992 tentang Perubahan Status Tanah Bengkok dan sejenisnya menjadi Tanah Kas Desa sebagai berikut “Tanah Kas Desa adalah Tanah Milik Desa yang hasilnya menjadi sumber pendapatan desa”.




Pengajian KH Mashudi Kediri di Panger Rejomulyo Panekan Tahun 2015
PART 1



PART 2




0 komentar:

Posting Komentar